- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Saya bertumbuh dalam era media sosial, di mana saya dan teman-teman saya saling terkoneksi satu dengan yang lain dan berbagi aktifitas di sana. Selain itu media sosial juga berguna untuk menghubungkan kita semua dengan teman yang terpisah secara jarak. Meski jarak memisahkan kita tetap bercakap-cakap satu dengan yang lain, bertukar kabar dan saling berkomunikasi dengan cara unik yang ada di media tersebut. Namun, seindah apapun efek dari media sosial, kita juga merasakan efek buruk dalam media sosial dan kadang efek-efek ini sangat halus sehingga kita tidak merasakan secara langsung tapi dampaknya sangat merusak. Ketika diketahui dampaknya, orang-orang berusaha menanggulangi dengan berbagai macam cara yang saya rasa cukup bagus tapi seringkali tidak cukup. Sebagai orang yang menggunakan media sosial dan sebagai orang yang tertarik pada bagaimana media sosial mempengaruhi hidup manusia, saya suka mengamati bagaimana orang-orang berperilaku dalam media sosial. Beberapa orang memiliki hidup yang glamor di media sosial, namun saat kita kenal ternyata dia sangat kesusahan dalam financial. Ada yang membagikan mengenai Tuhan di media sosialnya dan tampak seperti orang rohani namun cara berbicaranya bahkan lebih sumbang dari anjing mengonggong. Khusus pada artikel ini saya mau kita lihat wajah di media sosial yang ada dan sedikit mengerti apa dampaknya.
Beberapa Wajah yang Dimiliki Seseorang dalam Media Sosial
Saat seseorang memiliki lebih dari 1 akun, maka mereka ingin memisahkan kehidupan mereka. Salah satu contohnya kehidupan pribadi dengan kehidupan bisnis. Maka mereka akan membuat 2 akun yang berbeda. Tapi ada orang yang membuat 2 akun pribadi. Sebelum itu, sebagai pemberitahuan saja, saya tidak bermaksud menyinggung siapapun dan banyak orang yang sudah melakukan penelitian mengenai hal ini seperti "Social Media and First Impressions: A Qualitative Investigation on Digital Cues", sebuah jurnal yang saya pelajari dan ingin saya bagikan isinya. Saya berharap kita belajar dan mencoba mengerti, lalu dari sana kita coba mengenal orang-orang sekitar kita dan diri dengan lebih baik.
Alasan singkat dari kenapa memiliki lebih dari 1 akun pribadi adalah impresi. Mereka membuat setidaknya 2 akun demi impresi pada diri mereka. Di akun utama yang terbuka untuk umum, mereka memberikan foto mereka, membagikan perasaan senang dan kehidupan sehari-hari mereka. Impresi ini untuk menampilkan sebuah kehidupan sempurna yang mereka miliki dan ada di bayangan mereka. Di mana mereka membagikan versi terbaik mereka agar orang-orang bisa melihatnya. Dalam bahasa manusia yang kita pakai sehari-hari ini bisa disebut sebagai narsitik. Kita melihat mereka ingin mempunyai "aku"/jati diri di mana mereka diterima dan untuk hal itu mereka bisa melakukan posting beberapa kali dalam sehari. Mereka senang dengan hal-hal sederhana seperti jumlah like yang diterima dan besarnya view dalam reel atau story mereka. Tentu saja bila angkanya berkurang terkadang mereka melakukan sesuatu yang ektrem seperti mencoba hal-hal aneh di luar kewajaran atau bahkan menggunakan pakaian yang lebih terbuka/berani. Bahkan ada yang berlaku seperti mereka ini menderita dengan tujuan agar orang bersimpati dan memberikan like/comment di post mereka. Semakin berani mereka maka akan makin banyak masalah yang ditimbulkan. Ketika banyak masalah, mereka merasa bahwa kebebasan mereka dibatasi, orang-orang tidak mengerti, menghargai keinginannya dan pada akhirnya munculah akun kedua.
Lalu akun kedua mereka, digunakan untuk mengekspresikan diri mereka dengan
lebih jujur di mana mereka tidak akan merasa dituntut harus sempurna. Biasanya
akun ini dipenuhi dengan orang-orang paling dekat mereka dan orang-orang yang
mereka tahu secara online tapi tidak saling kenal secara langsung. Akun kedua
ini akan memiliki sebuah nama yang tidak jelas, dengan foto yang juga tidak
jelas atau gambar lain yang tidak ada hubungannya dengan diri mereka. Karena
tidak ada informasi yang jelas dalam akun kedua ini dan akun ini tidak bisa
dihubungkan langsung dengan diri pemilik dan mereka mengekspresikan jati diri
mereka yang asli di sini. Mereka memposting kegagalan mereka, rasa depresi,
rasa kekecewaan mereka terhadap sesuatu. Mereka meluapkan emosi dan pikiran
yang selama ini mereka simpan dan dapat memberikan impresi buruk terhadap
image mereka. Bahkan hal-hal yang selama ini mereka tahan, mereka luapkan
semua di sana. Di akun utama mereka memuji seseorang dan dari akun kedua
mereka mencaci maki orang yang sama. Bahkan di akun kedua ini mereka bisa
memposting sesuatu yang benar-benar tidak kita duga di mana yang mereka
posting akan melanggar etika dan norma sosial yang berlaku di masyarakat.
Tentu saja bila di akun kedua ini terjadi masalah yang juga membatasi ekspresi
mereka, maka akan muncul akun baru lagi. Tujuannya adalah mereka menjaga image
baik mereka dalam akun utama dan mengekspresikan diri mereka yang asli dalam
akun kedua. Dengan tersembunyinya identitas asli dan kebebasan yang dimiliki
dalam media sosial, maka keberanian mereka berada pada titik optimal. Siapa
yang bisa menganggu mereka, siapa yang mengalangi mereka dan siapa yang bisa
mengetahui identitas mereka. Maka tanpa halangan, mereka mulai berani
melakukan tindakan-tindakan yang selama ini juga mereka tidak berani lakukan.
Salah satu hasil nyatanya adalah meningkatnya cyber-bullying. Akun kedua ini
digunakan untuk masuk ke dalam hal-hal yang tidak diketahui dan melakukan
hal-hal yang tidak diketahui oleh orang lain tanpa perlu takut dihakimi oleh
orang lain. Jadi setiap akun yang dimiliki adalah representasi diri dalam
dunia digital. Maka bila anda ingin tahu sifat asli kawan baru atau lama anda,
coba cari akun media sosialnya yang lain.
Maka media sosial hari ini menjadi sebuah wajah baru bagi penggunanya. Wajah yang mereka bayangkan dan sempurna ada di sana dan wajah liar yang kita tidak tahu. Semua memandang dia dan berinteraksi dengan dia mengenai kehidupan dia. Mereka memuji betapa keren/kuat/menariknya kehidupan mereka. Dukungan dari berbagai orang dalam bentu like dan comment meningkatkan kebahagiaan mereka. Namun penelitian Juan Liu dan Jung-Sook Lee pada tahun 2024 memberikan hasil bahwa semakin seseorang menampilkan kehidupan dia, makin banyak yang mendukung dia dan berelasi dengan makin banyak orang dalam media sosial, malah memunculkan efek yang bertolak belakang dari yang diharapkan, orang tersebut makin kesepian dalam hidupnya. Sebuah kehidupan yang justru bertolak belakang dari yang kita bayangkan. Kesempurnaan yang dia ingin tampilkan, justru menambah kedalaman lubang dalam hati yang ingin dia isi.
Berkaitan dengan kesempurnaan, maka kita akan bahas mengenai sebuah fitur yang mendukung kesempurnaan tersebut dan bagaimana hal itu mendistorsi sudut pandang kita.
Wajah Kesempurnaan Dalam Sebuah Fitur.
Dengan memasuki media sosial maka kita akan terekspos dengan berbagai macam konten yang ada di dalam sana. Semakin kita terkespos dengan konten-konten di dalam sana, maka cara berpikir, memandang, berperilaku berubah seiring dengan konten-konten yang dikonsumsi. Karena konsumsi-konsumsi tersebut ada perubaha yang juga terjadi pada media sosial. Awalnya media sosial yang sebagai tempat untuk berelasi, kini berubah menjadi sebuah tempat untuk ajang memamerkan sebuah figur yang sempurna. Akhirnya media sosial menyediakan fitur-fitur untuk memperbaiki wujud anda di momen yang ada saat itu. Misal dalam teriknya panas matahari dan ruangan AC yang dingin maka wajah anda akan lebih berminyak dan hal ini akan mempengaruhi estetika foto anda. Untuk itu media sosial memberikan fitur untuk membuat wajah anda lebih cerah tanpa minyak. Atau saat seorang perempuan setelah makan dan minum, lipstiknya mulai pudar dan dia tidak membawa lipstik, maka fitur yang membuat bibir merah tentu saja menjadi penyelamat hidupnya. Tetapi mengapa? Mengapa harus menggunakan filter-filter yang ada. Baik secara sadar maupun tidak sadar yang kita kejar adalah gambar sempurna yang telah meracuni kepala kita.
Namun ketika filter yang ada dalam dunia maya tidak cukup, kita mulai membeli peralatan yang mana bisa membantu wajah kita lebih "terlihat". Sekedar informasi untuk anda, saya tidak mengerti maksud dari "Terlihat" ini seperti apa. Tapi yang pasti katanya sesama kaum perempuan pasti mengerti. Bagi saya wajah mereka selau terlihat. Kembali ke fokus utama kita, yaitu apa sih yang ingin dimunculkan? Tentu saja impresi pada orang lain. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mariska Kleemans dkk dalam jurnal Media Psychology tahun 2018 banyak yang memberikan nilai lebih tinggi atau lebih cantik pada foto yang dimanipulasi, foto tersebut menjadi lebih menarik daripada aslinya. Hal yang lebih mengesankan lagi, banyak orang mengatakan mereka bisa membedakan mana foto hasil manipulasi dan foto yang asli. Tapi saat diberi percobaan, mereka tidak bisa membedakan mana hasil foto asli dan mana hasil foto yang sudah dimanipulasi dengan sebuah software atau filter. Dan yang lebih mengejutkan lagi pada akhir penelitian, mereka juga sama-sama setuju bahwa kedua foto tersebut adalah representasi dari realita. Sebuah kontradiksi bukan. Mereka mengatakan bisa membedakan mana foto asli dan hasil manipulasi tapi saat eksperimen terjadi mereka tidak bisa membedakan dan menganggap foto-foto yang diberikan pada mereka adalah foto yang merepresentasikan orang tersebut pada dunia nyata.
Mungkin sampai sini kita akan bertanya, mengapa kita membahas ini? sama pada fenomena dimana seseorang memiliki lebih dari 1 akun, kita akan membahas dampak yang diberikan. Dari penelitian yang sama juga memberikan hasil bahwa setiap perempuan yang telah terekspos pada foto hasil manipulasi akhirnya memiliki kepuasan yang rendah pada diri mereka, dengan kata lain mereka menjadi lebih tidak percaya diri. Hasil ini memiliki dampak lebih besar terutama pada wanita yang sering berada di media sosial dan membandingkan dirinya dengan orang-orang yang berada di media sosial. Jadi disimpulkan media sosial memang berdampak pada hidup anda, akhirnya anda akan memiliki suatu gambaran dalam kepala anda bahwa gambaran sempurna mengenai diri ternyata bukan dari diri anda sendiri namun berasal dari media sosial dan hari ini media sosial yang memberikan fitur-fitur kecantikan untuk memanipulasi foto menjadi standar kesempurnaan bagi beberapa orang. Kebenarannya adalah selama anda merawat diri anda dengan baik, wajah anda akan selalu terlihat lebih baik. Jangan sampai anda terdistorsi dengan standar yang diberikan oleh sebuah fitur yang ada dalam media sosial.
Manipulasi Pikiran Pada Media Sosial dan Kejahatan Lama dengan Wajah Baru
Kemudian kasus apa yang sedang trend namun tertutup dengan baik di media sosial? Saya bisa bilang kasusnya sama dari dulu, masih tren dan sering terjadi yaitu penipuan berkedok cinta. Kok bisa? Kasusnya jarang terdengar atau kita bahkan tidak pernah melihat ini dikeluarkan media sosial atau media manapun? Menurut saya wajar, karena korban dari kejahatan ini setidaknya jatuh 2 kali dalam 1 kejadian. Mereka kehilangan uang dan patah hati. Sedih, malu, marah semua bercampur aduk menjadi 1. Ketika hal ini terjadi rasa malu menghalangi mereka untuk bercerita, rasa marah menghalangi orang lain untuk mendekat dan sedih membuat mereka sangat tidak bersemangat. Sekarang kombinasikan ketiganya, maka anda akan menemukan kemiripan dengan gejala orang depresi. Perlu waktu untuk sembuh dan saat sembuh cerita itu hanya menjadi jejak masa lalu. Tapi kita tak akan membahas kegalauan tersebut.
Peneliti bernama Rege dalam jurnal yang membahas kejahatan cyber, mengatakan bahwa ada 3 faktor yang membuat orang tertipu: Pertama, profile palsu. Dimana hal ini didukung dengan Artificial Intelligence(AI) yang bisa membuat sebuah foto yang sangat realistik. Luar biasa cantiknya tanpa cacat cela. Kedua, kontak atau komunikasi yang membentuk kepercayaan dan relasi yang kuat. Dimulai dari percakapan sederhana yang lama-kelamaan membuat semakin nyaman. Dia mengerti korban dan mau mendengarkan korban. Korban semakin terbuka dan mulai bercerita banyak hal. Bukankah bila dia penipu, dia tidak akan bisa sebegitu mengenal saya dan rela bercakap-cakap terus menerus dengan saya? Tentu saja jawabannya bisa dan rela dengan bantuan teknologi baru yaitu AI Chatbot. Hari ini 2 langkah dari tindak kejahatan tersebut didukung dengan AI. Membuat foto profil palsu dan membangun relasi palsu dengan korban. Komunikasi-komunikasi yang ada digunakan untuk mengenal dan mengerti korban. Saat syarat-syaratnya masuk, maka dia akan mulai masuk dalam tahap ke-3 yakni meminta uang. Caranya begitu halus dan mulus. Orang-orang ini picik dan pemilih. Bila anda selama ini tidak pernah mengalaminya, itu karena anda tidak masuk ke dalam kriteria yang dicari oleh penipu-penipu ini.
Monica T. Whitty pada 2018, mempelajari mengenai kejahatan ini dan menemukan bahwa ada beberapa hal yang membuat orang mudah jatuh dalam penipuan berkedok cinta ini. Pertama impulsif. Mungkin ada yang berkata, "Bukan saya" tapi perlu anda ketahui bahwa impulsif di sini artinya rasa mendesak dan pencarian sensasi. Bayangkan seperti ini, kaum perempuan akan memperoleh rasa impulsif ini karena usia. Keluarganya akan mendesak dia dan memang ada alasan baik medis maupun non medis yang mendesak kaum perempuan untuk menikah. Pria jatuh dalam mencari sensasi, dia bisa membanggakan pada temannya bahwa dia sedang dekat pada perempuan yang cantik dan pengertian. Kemudian ditambah lagi dengan mereka mencari orang yang mempunyai sifat mudah ketagihan. Anda masuk dalam kategori ini apabila anda sangat cepat membalas chat, tidak sabar menunggu balasan dari dia dan setiap hari anda pasti akan chat dengan dia. Lama-kelamaan ada perasaan "sedikit lagi saya bisa mendapatkan dia". Kemudian pelaku mentarget orang-orang yang juga baik hati. Perhatikan di sini, seluruh syarat-syarat yang diatas tidak akan bisa digunakan untuk menipu kalau korban tidak baik hati. Saya rasa tidak perlu penjelasan mengenai orang yang baik hati, yang perlu diketahui adalah orang-orang ini dimanfaatkan. Para penipu menggunakan topeng di media sosial, tetapi orang-orang baik hati ini tidak pernah menggunakan topeng apapun. Mereka membantu dengan tulus, namun banyak orang memanfaatkan ketulusan ini. Saya hanya bisa berharap, orang baik hati ini belajar dari pengalaman-pengalaman yang ada dengan tujuan menajamkan pikiran mereka dan meluaskan hati mereka agar bisa membantu orang yang benar-benar membutuhkan.
Tentu saja saya juga berharap hal yang sama dari setiap pembaca. Kita makin mempertajam pikiran kita dan memiliki hati yang makin luas. Tentu saja jangan menggunakan ketajaman pikiran ini untuk melukai orang lain. AI bisa dimafaatkan, seperti gambar-gambar yang ada di artikel ini. Hal tersebut membantu saya dalam memberikan ilustrasi yang mendekati dengan yang saya inginkan. Segala teknologi yang baru adalah pedang bermata dua. Akan muncul efek-efek yang juga tidak diinginkan dan beberapa sudah kita bahas dalam artikel ini. Namun tidak menutup kemungkinan akan ada topeng baru yang menjadi wajah baru dalam media sosial di kemudian hari. Bukan berarti kita harus takut dalam menggunakan media sosial, tapi manfaatkan media sosial demi kebaikan dan jadi berkat bagi banyak orang.
Komentar
Posting Komentar